Baru-baru ini (24-26 April 2013), Komunitas Seni Adab (KisSA) mengadakan pemutaran film yang berjudul SIAL. Kegiatan ini diadakan selama 3 hari dengan 3 kali pemutaran film dalam sehari dan terdapat 3 film yang diputar. Pada pemutaram film tersebut hadir PD III dan Ketua Jurusan IP serta beberapa dosen fakultas Adab lainnya yang ikut memberikan apresiasi kepada anggota KisSA yang membuat karyanya. Sebagai PD III, Drs. H. Muh. Dahlan, M.Ag senantiasa mngharapkan mahasiswa fakultas Adab terus berkarya, sebab mnurutnya sekecil apapun karyanya, itu akan bermanfaat bagi siapapun. Dia juga menambahkan bahwa semoga di fakultas Adab terkhsusus KisSA akan terlahir calon-calon sutradara atau profesi apa saja yang berkenaan dengan dunia perfilman.
Di sela-sela pemutaram film, Muh. Taufiq Syam yang merupakan Sutradara sekaligus ide cerita film di atas mengemukakan bahwa film tersebut secara langsung berkenaan dengan apa yang terjadi oleh sebagian mahasiswa di kampus kita terkhusus di fakultas Adab dan Humaniora. Film ini menceritakan seorang mahasiswa yang pada suatu hari dipenuhi kesialan, dan itu terjadi ditempatnya menuntut ilmu. Beberapa kebijakan dan larangan serta fasilitas minim yang ada dikampusnya menjadi salah satu faktor kesialannya, mulai dari air yang tak mengalir, dilarang memakai baju kaos, dilarang gondrong, dilarang merokok, dilarang buang sampah dan dilarang parkir ditempat tertentu. Selain itu juga dalam film ini di bumbuhi sebuah perasaan cinta oleh seorang mahasiswa yang menjadi pemeran utama yaitu Amir, yang pada akhir cintanya "bertepuk sebelah tangan". Amir adalah nama mahasiswa yang mengalami nasib sial itu.
Pada akhirnya apa yang kita tonton dari film tersebut, setidaknya ingin menyampaikan beberapa pesan yang sebenarnya perlu untuk direnungkan bagi siapapun yang menontonnya. Semoga lembaga pendidikan tempat Amir berpijak adalah lembaga yang memanusiakan manusia dan tidak menampakkan parktik kekuasaan dalam bentuk apapun dan dalam kapasitas apapun, sehingga seorang Amir memiliki kemerdekaan berpikir dan bertindak tanpa harus didikte oleh sebuah kebijakan yang sebenarnya hanyalah mengungkung kebebasan berekspresi. Amir akan terus punya cerita dan mungkin saja dia akan membuktikan bahwa penampilan fisik dalam hal rambut dan pakaian bukan ukuran untuk menilai kualitas dan kapasitas mahasiswa.