Rabu, 19 Februari 2014

KERJA MAKSIMAL PROGRAM KERJA BEM-FAH

Baru-baru ini BEM-FAH melaksanakan Rapat Keja periode kepengurusan 2014-2015 pada tanggal  1-2 Februari 2014 di Benteng Somba Opu Makassar. Kegiatan yang bertema "Terwujudnya Maasiswa Fakultas Adab dan Humaniora yang Berkarakter dan Berkarya" di hadiri oleh para pengurus yang terpilih dan juga mahasiwa Fakultas Adab dan Hmaniora. Hadir Wakil Dekan I FAH yang membuka acara Rapat Kerja tersebut. "

Beberapa program kerja yang telah dirumuskan akan selanjutnya dilaksanakan dengan maksimal, diantaranya Adab Expo yang merupakan kegiatan besar, sehingg
a diharapkan kerja maksimal dan kolektif seluruh pengurus", kata Suriadi Ketua BEM-FAH.

Selasa, 18 Februari 2014

“DULCE ET UTILE”

Penulis : Delukman A  (Alumni BSI FAH) 

Dulce yang berasal dari bahasa latin bermakna Enjoyment dan Utile yang bermakna Usefulness. Dalam setiap karya sastra pastilah terdapat dua hal pokok tersebut; enjoy dan useful. Enjoy bisa bermaknya dalam karya sastra yang dibawakan pasti ada hiburan tersendiri (artistic insight). Usefulness merupakan hal yang tersirat dan tersurat dalam karya sastra tersebut, bisa berupa pesan, sindiran, opini, pernyataan, dan penyampaian rasa akan hal yang ingin disampaikan penulis.
Dulce et utile dapat juga berarti manis dan berguna manandakan bahwa sastra bukan saja manis untuk dinikmati sebagai sebuah karya, tetapi berguna. Dalam hal manisnya maka karya sastra itu dapat dilihat dari sudut pandang estetika, ataupun dari sisi intrinsik (strukturalisme murni). Apa yang ditampilkan seorang penulis atau pengarang adalah sangat mungkin memainkan keindahan bahasa dan imajinasi yang ia gunakan untuk menggugah pembaca, hingga saatnya pembaca akan merasa terbawa oleh suasana pada novel tersebut dan terserat dalam merasakan apa yang terdapat dalam novel tersebut atau disebut dengan dream in literature. Keindahan alur cerita (plot) dan juga penokohan (character) hingga pada konflik dan memuncak pada klimaks adalah keahlian seorang penulis dalam merangkai unsur intrinsik menjadi suatu yang menarik untuk kita nikmati.
Salah satu kegunaan karya sastra yang menarik banyak pemikir dan kritkus adalah kegunaan karya sastra terhadap dunia sosial (sosiologi sastra).  Bagaimana karya sastra itu dibentuk oleh masyarakat, kemudian masyarakat dibentuk oleh karya sastra. Karya sastra sangat penting kedudukannya dalam sebuah masyarakat. Seperti apa yang diutarakan oleh Wellek dan Warren (1976:94) Literature is a social institution, using as its medium language, a social creation. sastra sebagai sebuah institusi sosial dan juga sebagai media. Dalam fungsinya sebagai media maka sastra dapat menyampaikan apa yang terjadi dalam masyarakat. Apa yang kemudian dianggap taboo dan harus dijaga dalam masyarakat, karya sastra dapat membawanya menjadi sesuatu yang wajar untuk dibicarakan. Beberapa karya sastra yang menyimpang dari norma sosial contohnya salah satu karya dari William Shakespeare “Hamlet” dimana terdapat pertentangan nilai yang tidak wajar dalam kehidupan sehari-hari, tapi mungkin saja terdapat cerita yang sama dengan Hamlet dalam masyarakat.
Di indonesia ada juga karya sastra yang tertuang dalam puisi, novel, drama maupun roman yang menggambarkan situasi yang terjadi dalam masyarakat, sebut saja roman-roman Pramoedya Ananta Toer, novel dari Buya Hamka, Andrea Hirata dengan trilogi laskar pelanginya dan masih banyak lagi. Karya-karya tersebut menjadi salah satu media untuk menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi dalam masyarakat. Seperti awal kemunculan drama dan dalam proses perkembangannya, dramapun mencoba menguak apa yang terjadi dalam masyarakat dan membawa nilai-nilai kehidupan kedalam sebuah pergelaran dalam bentuk drama. Hal tersebut seperti yang terlihat dalam buku Samekto yang berjudul Ikhtisar Sejarah Kesusastraan Inggris,  dimana ada sebuah bentuk drama yang memperlihatkan setting waktu, tempat dan gerak (three unities) yaitu bentuk drama klasik. Drama klasik betul-betul menggambarkan apa yang terjadi pada seseorang berdasarkan pada fakta yang ada.
  Dalam Social Science Journal “sociology of literature creativity” (Goldmann, 1967:495-496). Goldmann memaparkan relasi antara manusia dengan lingkungannya, manusia dengan pengalaman yang ia dapatkan dari lingkungannya dan manusia sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri. Goldmann secara terperinci menyebutkan ada lima bagian penting antara sosial dan sastra, secara garis besarnya dapat diterjemahkan bahwa karya sastra yang dihasilkan oleh individu tidak terlepas dari apa yang telah dialaminya (experience). Apa yang dialami oleh seorang penulis (social background) akan berpengaruh pada kualitas karya sastra yang dihasilkan.
  Teori sastra berkembang juga sesuai dengan perubahan nilai-nilai, sosial dan bahkan ilmu pengetahuan yang terjadi dari masa ke masa. Dari sekian teori ilmu yang baru berkembang pada abad -19, maka sosiologi menjadi salah satu teori yang banyak diacu oleh para kritikus atau pun para ahli teori sastra. Hal itu tak terlepas dari fungsi karya sastra sebagai media untuk menggambarkan kehidupan sosial ataupun sebagai kitik sosial terhadap apa yang terjadi pada saat itu. Sebuah karya sastra dapat menjadi propaganda atas apa yang diinginkan atau sesuatu yang diperjuangkan. Seperti yang kita ketahui bahwa sosiologi sastra yang digunakan diawal kemunculannya adalah untuk menjadi sebuah kritik terhadap apa yang terjadi pada masyarakat. Dimana terjadi pergolakan antara kaum kapitalis dan kaum sosialis yang memperjuangkan sesuatu yang menurut mereka harus diperjuangkan demi kehidupan yang lebih layak. Maka karya sastrapun dijadikan sebagai jembatan untuk menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi dan menyampaikan pesan yang berbau sosialis untuk menentang kaum kapitalis.
  “Litterature is an attempt to make sense of our lives, and Sociology is an attempt to make sense of the ways in which we live our live”, demikian dikatakan Tom Burns dan Elizabeth Burns dalam Pengantar bukunya berjudul Sociology of Literature and Drama (1973: 9). Pendapat ini mendukung apa yang diakatakan oleh Plato yaitu “mimesis” , bahwa karya sastra adalah gambaran tentang apa yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan kita.
Kritik yang dilakukan oleh kaum-kaum Sosiolis telah menyentuh dunia sastra dengan tulisan kritik mereka seperti  Karl Marx, Max Weber, Proudhon sampai dengan Taine, bahkan kalau mau ditelusuri lebih jauh nama Montesquieu dan Jean-Jacques Rousseau tidak dapat kita abaikan. Kajian sosiologis bersifat kritis terhadap “claims” tentang “values of achievement”, dan juga terhadap asumsi-asumsi yang berkaitan dengan perilaku manusia.
Dengan demikian, menurut Rene Wellek, dalam kajian sosiologi sastra,  kita dihadapkan pada tiga hubungan antara sastra dan masyarakat: 1) Sosiologi pengarang, kepengarangannya dan lembaga sastra, pertanyaan-pertanyaan sekitar basis ekonomi dalam penciptaan sastra, latar belakang sosial dan status pengarang, ideologi sosial yang dianutnya baik sadar maupun tidak, 2) Masalah substansi sosiologis, implikasi dan makna sosial dari karya sastra itu sendiri, 3) Masalah resepsi pembaca dan pengaruh sosial sastra terhadap masyarakat, (Wellek, 1976: 96).
Dalam hal ini sosiologi pengarang sangat berpengaruh untuk mempengaruhi pengarang dalam membuat sebuah karya sastranya. Kemudian akan berimbas pada karya yang dihasilkan, apa yang didapat dalam lingkungan maka cenderung akan diimplementasikan dalam karya sastra yang diciptakan. Karya sastra yang akan berpengaruh pada pembaca, hingga melibatkan luapan emosianal (catharsis) (Ratna, 2011:164). Pembaca sebagai penikmat sebuah karya sastra akan turut andil dalam perubahan sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Bagian terpenting dalam sosiologi sastra adalah ketiga faktor yang diatas, yaitu (1) sosiologi pengarang, bagaimana pengarang mendapatkan apa yang terjadi dalam masyarakat kemudian menuangkannya dalam karya sastra. Seperti apa yang dikatakan oleh Goldmann bahwa seorang penulis karya sastra tidak terlepas dari apa yang telah dialami. Apa yang telah dialami oleh seorang penulis akan berpengaruh besar terhadap sikap, sifat, pola pikir dan juga ideologi. (2) kualitas yang terkandung dalam karya sastra yang dihasilkan akan memperlihatkan bagaimana seorang penulis mendapatkan ide yang ia tuangkan dalam karya sastranya, tentunya hal tersebut terlepas pada kaindahan bahasa yang digunakan. Dalam hal ini yang dimaksudkan adalah kualitas cerita yang disampaikan. Nilai yang tertuang dalam karya sastra tersebut dapat juga menggambarkan keadaan sosial penulis. karya sastra tersebut berlanjut pada pengaruhnya terhadap pembaca (3) resepsi pembaca terhadap karya sastra. Pada saat pembaca membaca karya sastra maka secara tidak langsung karya sastra tersebut akan mempengaruhi cara berfikir dan bertingkah laku.