Irsan |
“Menjadi pusat keunggulan akademik dan intelektual yang
mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dan
menjadi pusat pengembangan nilai-nilai akhlak mulia, kapasitas, potensi, dan
kepribadian muslim Indonesia yang lebih berperadaban”
Mungkin kalimat diatas sering kita baca namun mungkin hanya
segelintir orang yang tahu akan maksud dari kalimat tersebut. Kalimat yang
begitu mulia ini adalah visi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Kalimat tersebut adalah kerangka kampus yang bersolek mewah nan indah ini
sebagai landasan untuk melangkah mewujudkan frame visi UIN Kedepan.
Sebagai sebuah perguruan tinggi yang tampil dengan
nilai-nilai keislaman yang begitu khas, maka tak salah jika UIN Alauddin merupakan
kampus yang hadir untuk menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki
nilai-nilai keislaman yang terintegrasi dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tak hanya itu UIN Alauddin Sebagai salah satu kampus yang besar di daratan Indonesia
bagian timur, memiliki peran yang urgen dalam mengembangkan dan menyebarluaskan
ilmu agama islam di pelosok-pelosok daerah pulau Sulawesi terkhusus di wilayah
Sulawesi selatan.
Pada tahun ini, tahun yang penulis istilahkan sebagai tahun
pembentukan karakter di UIN Alauddin Makassar. Tentunya pembentukan karakter
yang dicanangkan harus sejalan dengan visi diatas. Sudah saatnya civitas
akademika (Baca: Mahasiswa, pegawai, dosen dan pimpinan) UIN Alauddin Makassar
bersama-sama memiliki tanggung jawab dalam membangun karakter yang diharapkan. Dengan
kebersamaan itulah yang kemudian memberi jalan untuk menatap prestasi dan
mewujudkan kampus yang dapat menjadi pusat keunggulan keilmuan dan nilai-nilai
keislaman.
Menjadi pusat keunggulan akademik dan intelektual yang
mengintegrasikan ilmu-ilmu agama dan Ilmu
pengetahuan dan teknologi, kalimat ini menggambarkan UIN Alauddin Makassar
adalah lingkungan pendidikan yang mengupayakan tercipta pusat keunggulan
akademik dan intelektual yang mampu menguasai ilmu agama islam yang terintegrasi
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai studi yang didalami mahasiswa.
Kampus sebagai medium proses pencerdasan bangsa melalui perwujudan tri darma
perguruan tinggi yakni pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
Pendidikan bukan hanya melalui pengajaran, karena pendidikan berbeda dengan
pengajaran, itulah sebabnya juga tidak disebut Dinas Pengajaran Nasional tetapi
Dinas Pendidikan Nasional. Tampaknya kampus ini belum memaksimalkan pendidikan
itu, jika diamati, ternyata sebagian besar dosen UIN Alauddin (Baca : Fakultas
Adab dan Humaniora) nampaknya hanya sekedar mengajar namun belum mendidik.
Proses pengajaran menurut pemahaman saya hanya sampai pada bagaimana
menyampaikan bahan kuliah atau mentransfer ilmu, sedangakan proses pendidikan
yang maknanya luas, tak hanya sebatas transfer ilmu akan tetapi keseluruhan
pembentukan nilai-nilai yang luhur kepada subyek didikan. Selanjutnya pada
proses pengintegrasian antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan dan teknologi, di
UIN Alauddin Makassar, antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan dan teknologi
sebenarnya belum terintegrasi sebab yang ada hanyalah penambahan mata kuliah
agama bagi studi tertentu. Yang terbayangkan didalam pemikiran penulis,
pengintegrasian itu adalah penjelasan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
ditinjau dari perspketif ilmu agama islam atau sebaliknya dalam satu paket
pembahasan, meskipun jika sepenuhnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu
terlahir dari sudut pandang yang jauh dari kaitan ilmu agama islam. Selain itu,
kampus sebagai pusat keunggulan akademik diharapkan melahirkan riset atau
penelitian yang dapat teraplikasi di masyarakat. Mengingat bahwa selama ini UIN
Alauddin hanya dijadikan sebagai “gudang” riset ke-Islaman. Hasil penelitian
yang terpajang di perpustakaan mestinya menjadi alat pengabdian kepada
masyarakat sebagai solusi atas masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat
sehingga label pusat keunggulan akademik tak hanya menjadi simbol belaka. Riset
melalui program Gerakan Seribu Buku UIN Alauddin Makassar diharapkan tak hanya
menjadi sekedar pelengkap untuk dikatakan sebagai kampus peradaban. Pengabdian
kepada masyarakat adalah output dari pendidikan dan penelitian. Satu catatan
penting juga ialah dari penjelasan visi UIN Alauddin Makassar, tidak dijabarkan
secara spesifik bahwa ilmu-ilmu agama yang dimaksud adalah agama islam.
Menjadi pusat pengembangan nilai-nilai akhlak mulia,
kapasitas, potensi, dan kepribadian muslim Indonesia yang lebih berperadaban, dalam
kalimat ini menyiratkan makna UIN Alauddin mengupayakan tercipta
karakter-karakter manusia muslim yang beradab dan berperadaban. UIN Alauddin
mengemakan pencerdasan, pencerahan, dan prestasi sebagai sebuah motto kampus.
Ketiga kata tersebut kemudian akan direalisasikan, salah satu upaya yang kita
amati dengan program pembentukan karakter (Baca:CBP) yang baru dimulai beberapa
minggu yang lalu. Membangun karakter mahasiswa adalah jalan untuk menjelaskan
identitas kampus UIN Alauddin itu seperti apa. Namun harus menjadi kesadaran
kolektif bahwa seluruh civitas akademika punya tanggungjawab dalam membentuk
karakter baik mahasiswa, dosen, pegawai bahkan pimpinan. Jika selama ini
mahasiswa cenderung dijadikan sebagai objek bukan subjek dari pendidikan, maka
pembentukan karakter tak akan berjalan sesuai dengan harapan. Pembentukan
karakter mahasiswa harus diseimbangkan dengan jalan memberikan porsi yang lebih
besar kepada lembaga kemahasiswaan dalam membina mahasiswa dalam mengembangkan
kemampuan hard skill, soft skill dan life skill. Tujuan lembaga
kemahasiswaan adalah membantu mewujudkan visi dan misi kampus, sehingga peran
mahasiswa yang bernaung dalam lembaga kemahasiswaan perlu di optimalkan dalam
membentuk karakter mahasiswa. Pimpinan kampus harus memikirkan posisi lembaga
kemahasiswaan sebagai wadah pembentukan karakter mahasiswa yang lebih matang dan
mahasiswa yang merdeka dalam berpikir dan bertindak. Jika selama ini ada kesan
yang negatife muncul dari lontaran mahasiswa terhadap program CBP, mungkin
argumen tersebut adalah sebuah keresahan dan kecurigaan terhadap birokrasi
terlepas dari segala penafsiran-penafsiran. Tidak bisa kita pungkiri memang
bahwa untuk membangun kampus ini diperlukan kerjasama dan kebersamaan seluruh
elemen, maka kata civitas akademika tetap menggolongkan mahasiswa sebagai bagian
elemen tersebut yang sangat urgen. Keterlibatan mahasiswa dalam sebuah visi
kampus harus direspon, terlebih kepada mahasiswa yang tergabung dalam lembaga
kemahasiswaan. Menafikkan peran pembentukan karakter mahasiswa oleh mahasiswa
di lembaga kemahasiswaan sama dengan mematikan karakter mahasiswa. Karakter
yang telah terbentuk akan tetap ada ketika ada wadah untuk mengaktualisasikan
potensi mahasiswa. Kesadaran saling terbuka antara pimpinan dan mahasiswa itu
penting.
AKhirnya kita berharap kepada para seluruh elemen kampus
ini, dapat bersinergi untuk menghasilkan output yang unggul demi
mensejahterahkan dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Setiap program perlu
melibatkan seluruh elemen tersebut sebagai kerja kolektif dalam membangun
kampus peradaban. Untuk membangun karakter melalui CBP, sebagai fasilitator
atau mentor kita harus memiliki frame karakter yang telah melekat dalam
diri mentor. Kita juga berharap lemabaga kemahasiswaan punya peran untuk
membantu mewujudkan frame karakter itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar